KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“Manajemen Kepemimpinan dan Kependidikan Islam”
Dosen Pengampu:
Dr. Afiful Ikhwan, M.Pd.I
Oleh:
ISLAM DAROINI
NIM: 17160110
|
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji kami sampaikan kehadirat Allah
SWT dengan segala berkah dan nikmat
yang sudah diberikan untuk kita semua, berkat nikmat yang melimpah penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kompetensi
Profesional Guru”
Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sebagai suri tauladan
dan selalu menegakkan ajaran
al-Qur’an membawa
kita dari menuju yang terang
benderang seperti kita alami saat ini. Makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen dan Akreditasi Sekolah, Program Pascasarjana Pendidikan
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo tahun 2017/2018.
Penulis dengan senang hati banyak masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pembaca untuk menjadi acuan dalam
menyelesaikan tugas selanjutnya dan bermanfaat bagi pembaca.
Ponorogo, 26 Oktober
2018
ISLAM DAROINI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Apa Pengertian Kepemimpinan.............................................................. 3
B. Kepemimpinan dalam Presepektif islam.................................................. 4
C. Tipe-tipe Kepemimpinan......................................................................... 6
D. Kepemimpinan Kepala Madrasah........................................................... 7
E.
Memahami
Kompetensi Profesionalisme dan
Guru................................ 9
F.
Pengembangan
Profesionalisme Guru.....................................................
11
G.
Ciri Guru Madrasah
Profesional..............................................................
14
H.
Analisis....................................................................................................
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULAN
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai sarana yang sangat penting dalam
pembentukan pribadi setiap insan manusia, selain itu
sebagai sarana utama bagi
pembangunan kebudayaan dan peradaban umat. Oleh karena itu, upaya peningkatan
kualitas pendidikan di Indonesia guna menyiapkan sumber daya manusia yang
handal terus dilakukan oleh pemerintah. Berbagai inovasi program pendidikan
telah dilaksanakan, diantaranya penyusunan kebijakan pemerintah dan
implementasinya tentang pendidikan dan unsur-unsur yang terkait.
Kepala madrasah sebagai pengelola
institusi atau pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat
penting karena ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola
tenaga kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran
di lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki
standar kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga
kependidikan, mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem
informasi manajemen, mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola
mutu pendidikan, mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork),
dan mengambil keputusan.[1]
Selain kepala madrasah, Guru
memegang peranan sentral dalam pendidikan. Tanpa peran aktif guru, kebijakan
pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Hal tersebut dapat
kita lihat dari fenomena pendidikan di Indonesia saat ini, pergantian kurikulum
selalu dilakukan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan, tetapi
dalam kenyataanya perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan administratif,
sehingga belum dapat membawa perubahan mendasar dalam peningkatan mutu
pendidikan. Dengan eksistensi guru sebagai salah satu faktor penentu
keberhasilan pendidikan, maka setiap ada inovasi pendidikan, khususnya dalam
peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu
bermuara pada guru.
Tujuan yang hampir tidak berbeda dikemukakan
dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa : Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]
Peran kepala madrasah yang efektif
tentu akan mempengaruhi kinerja guru, sehingga guru menjadi bersemangat dalam
menjalankan tugasnya dan mampu menunjukkan prestasi kerja. Hal ini disebabkan
guru merasa mendapat perhatian, rasa aman, dan pengakuan atas prestasi
kinerjanya, yang pada akhirnya membawa pekerjaannya dapat dilakukan secara baik
dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan juga memuaskan (accountable and
satisfied).[3]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
Kepemimpinan dan Kepemimpinan dalam Presepektif islam?
2.
Bagaimana Tipe-tipe
dalam Kepemimpinan Kepala Madrasah?
3.
Apa Pengertian dan
Ciri Profesionalisme Guru?
4.
Bagaimana analisa dilapangan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian kepemimpinan dalam
presepektif islam.
2. Untuk
mengetahui tipe-tipe dalam kepemimpinan kepala madrasah.
3. Untuk
mengetahui pengertian dan ciri profesionalisme
guru.
4. Untuk
mengetahui bagaimana kondisi di lapangan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
Secara umum,
kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan manusia dalam kehidupan. Secara
etimologi, kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
dasar “pimpin” yang jika mendapat awalan “me” menjadi “memimpin” yang berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing.
Kepemimpinan adalah
sikap dan perilaku untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja
sama sehingga dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif untuk mencapai
angka produktivitas kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah sifat yang harus dimiliki oleh
perencana, pengorganisasi, pengarah, pemotivasi, dan pengendali untuk
mempengaruhi orang-orang dan mekanisme kerja guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[4]
Banyak pendapat yang
mengemukakan tentang pengertian kepemim-pinan, di antaranya adalah sebagaimana
yang telah didefinisikan oleh beberapa tokoh sebagai berikut :
a.
M. Ngalim Purwanto
mengemukakan bahwa yang dimaksud kepemimpinan adalah Sekumpulan dari serangkaian
kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk
dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka
mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela,
penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.[5]
b.
Menurut George R. Terry
(1977 – 414) kepemimpinan adalah “hubungan antara seorang pemimpin dalam
mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas
untuk mencapai yang diinginkan pemimpin.” Sedangkan menurut Wirawan,
“kepemimpinan sebagai proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi sikap,
perilaku, pendapat, nilai-nilai norma dan sebagainya dari pengikut untuk
merealisasi visi.”[6]
c.
Pengertian kepemimpinan
seperti yang diungkapkan oleh Soepardi yang dikutip oleh E. Mulyasa menyebutkan
bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi,
memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh,
memerintah, melarang 3M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi
Kependidikan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 26. 4 Saiful Sagala,
Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 144. 5
Ibid. 369 Edukasi, Volume 04, Nomor 02, November 2016: 366-385 dan bahkan
menghukum (kalau perlu) serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media
manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif
dan efisien.[7]
d.
Weber berpendapat
kepemimpinan adalah “suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian
rupa sehingga tercapailah tujuan kelompok itu yang merupakan tujuan bersama.”
B.
Kepemimpinan Presepektif
Pendidikan Islam
Ada hubungan antara manajemen dengan
kepemimpinan. Sondang P. Siagian menegaskan bahwa inti manajemen ialah
kepemimpinan. Dengan pengertian lain, manajemen lebih luas daripada
kepemimpinan, atau kepemimpinan berada dalam lingkup manajemen.
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan
sering diterjemahkan sebagai al-riayah, al-imarah, al-qiyadah, atau al-zaamah.
Sementara itu, untuk meyebut istialah kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih
memilih istilah qiyadah tarbawiyah.[8]
Dalam Islam, kepemimpinan begitu penting. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dari Abu
Said dari Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga
orang keluar berpergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai
pemimpin.” (HR. Abu Dawud).[9]
Ali Muhammad Taufiq menjelaskan macam-macam sifat
kondusif yang harus dimiliki oleh pemimpin berikut ini:
a. Memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang cukup untuk mengendalikan perusahaan/ organisasinya.
b.
Memfungsikan keistimewaan yang lebih
dibanding orang lain (QS. Al-Baqorah: 247).
c.
Memahami kebiasaan dan bahasa orang
yang menjadi tanggung jawabnya (QS. Ibrahim: 4).
d.
Mempunyai karisma dan wibawa di
hadapan manusia atau orang lain (QS. Hud: 91).
e.
Konsekuen dengan kebenaran dan tidak
mengikuti hawa nafsu (QS. Shad: 26).
f. Bermuamalah denga lembut dan kasih
sayang terhadap bawahannya, agar orang lain simpatik kepadanya (QS. Ali-Imaran:
159).
g. Menyukai suasana saling memaafkan
antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segera terlepas
dari kesalahan (QS. Ali-Imran: 159).
h. Bermusyawarah dengan para pengikut serta
mintalah pendapat dan pengalaman mereka (QS. Ali-Imran : 159).
i. Menerbitkan semua urusan dan
membulatkan tekad untuk bertawakal kepada Allah (QS. Ali Imran: 159).
j. kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah
(muraqabah) sehingga terbina sikap ikhlas dimana pun, kendati tidak ada yang
mengawasi kecuali Allah.
k. santunan sosial (takaful ijtima’) kepada para
anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki
dan perbedaan strata sosial yang merusak (QS. Al-Hajj: 41).
l. Power dan pengaruh yang dapat
memerintah serta mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol
pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka
untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. Al-Hajj: 41).
m.Tidak
membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan, dan
lingkungan (QS. Al-Baqarah: 205).
n. Bersedia mendengar nasihat dan tidak sombong
karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh (QS.
Al-Baqarah: 206).
Sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan... (QS. Al- Shaff: 2-3).
Inspirasi yang dapat ditangkap dari ayat tersebut
adalah:
a.
Anjuran bagi orang-orang yang beriman untuk menjaga konsisten antara
keyakinan, lisan, dan perbuatan.
b.
Larangan bersikap inkonsisten antara perkataan dan perbuatan.
c.
Peringatan supaya berhati-hati dalam meyerukan sesuatu.
d.
Keharusan untuk mengukur/ mengevaluasi diri sendiri.
C.
Tipe-tipe Dalam Kepemimpinan
a. Tipe otoriter
Pada kepemimpinan yang
otoriter, semua kebijakan atau policy dasar ditetapkan oleh pemimpin
sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya.[11]
Semua perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi
sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi
bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada dirinya. Dia bekerja
sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan tidak boleh dibantah.
b. Tipe laissez faire
Pada tipe laissez faire
ini pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap anggota
staf di dalam tata procedur dan apa yang akan dikerjakan uuntuk pelaksanaan
tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia hendak
bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok
atau staf lembaga pendidikan itu.
c. Tipe demokrasi
Dalam tipe kepemimpinan
ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam
mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan selalu
menghargai pendapat anggota/ guru-guru yang ada dibawahannya dalam rangka
membina sekolah.
Dalam hasil researeh
itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas
pemimpin harus:
1. Meningkatkan interaksi
kelompok dan perencanaan kooperatif.
2. Minciptakan iklim yang
sehat untuk perkembangan individual dan
memecahkan pemimpin-pemimpin yang potensial.
d. Tipe Pseudo Demokratis
Tipe ini disebut juga
demokratis semua atau manipulasi diplomatik. Pemimpin bertipe ini hanya
tampaknya saja bersifat demokratis padahal sebenarnya dia bersifat otokratik.[12]
D. Kepemimpinan Kepala Madrasah
Kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi
professional guru selalu berusaha dan berupaya menjalankan perannya dengan baik
melalui langkah penyediaan waktu dan pelayanan bagi guru secara profesional. Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan partisipatif
transformasional memiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara
baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar mengajar di sekolahnya. [13]
Kepala madrasah harus mampu menjadi pemimpin dalam
pembelajaran dengan memfokuskan diri pada pembelajaran yang terdiri dari
beberapa komponen, yaitu kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian hasil
belajar, penilaian dan pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan
pembangunan komunitas belajar di sekolah. Semua komponen kurikulum harus
dikuasai oleh kepala sekolah dengan sebaik-baiknya. Jangan sekali-kali tingkat
kemampuan mengenai komponen kurikulum kepala sekolah lebih rendah dari guru.
Sudah menjadi keharusan bagi kepala sekolah untuk memulai banyak belajar di
berbagai sumber, selain belajar dengan membaca buku, kita tingkatkan belajar di
warnet atau internet milik sendiri.
Adapun ciri-ciri
kepemimpinan yang efektif adalah sebagai berikut :
a. Memiliki Intelegensi
tinggi (intelligence), Seharusnya seorang pemimpin harus mempunyai tingkat
intelegensi yang lebih tinggi dari bawahannya.
b. Kematangan jiwa sosial
(Sosial maturity and breadth), Pemimpin biasanya memiliki perasaan/ jiwa yang
cukup matang dan mempunyai kepentingan serta perhatian yang cukup besar
terhadap bawahannya.
c. Motivasi terhadap diri dan hasil (inner motivation and achievement drives),
Para pemimpinan senantiasa ingin membereskan segala sesuatu yang menjadi tugas
dan tanggung jawab.
d. Menjalin hubungan kerja manusia (Human relation attides), Pemimpin harus
dapat bekerja secara efektif dengan orang lain atau dengan bawahannya.[14]
E. Memahami Kompetensi Profesionalisme Guru
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competence yang berarti kemampuan,
keahlian, kewenangan, dan kekuasaan. Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen pasal 1 butir 10 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.[15]
Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan ,
keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen
pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode dan
strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan sebuah
metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembahasan.
Kata Profesional berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian,
seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.[16]
Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah :
1. Menguasai
substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi
memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur,
konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar,
memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menguasai
struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian
dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuandan materi bidang studi.[17]
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang
yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai
guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru
pofesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran
dengan berbagai pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui
masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka
pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional
adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman
yang kaya dibidangnya.
Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya
mem-peroleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasasi berbagai strategi
atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai
landasan-landasan kependidikan. Selanjutnya dalam melakukan kewenangan
profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency)
yang beraneka ragam. Guru yang profesional itu memiliki empat kompetensi
atau standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik,
Profesional, dan Sosial.
Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang
disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah sudah mengajar sesuai
dengan cara-cara seorang guru profesional. Sebab disadari atau tidak
banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional
sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat ini.[18]
F.
Pengembangan
Profesionalisme Guru
Tanggungjawab pembinaan guru berada di tangan kepala
sekolah (madrasah) dan penilik sekolah.[19]
Mengingat yang hampir bertemu setiap hari dengan guru di madrasah adalah kepala
madrasah, dan bukan pembina yang lainnya, maka kepala madrasahlah yang paling
banyak bertanggungjawab dalam pembinaan profesionalisme guru.
Pembinaan profesionalisme guru dimaksudkan sebagai
serangkaian usah pemberian bantuan kepada guru terutama bantuan berwujud
bimbingan profesional yang dilakukan oleh kepala madrasah, pengawas dan mungkin
oleh pembina sesama guru lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar
mengajar. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat
meningkatkan kemampuan profesionalisme guru terutama dalam proses belajar
mengajar. Disamping itu pembinaan guru juga dimaksudkan sebagai usaha
terlaksananya sistem kenaikan pangkat dalam jabatan profesional guru.
Ada beberapa strategi yang diikuti oleh pembina
(kepala madrasah) dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu:[20]
1. Mendengar (listening), yang
dimaksud dengan mendengar adalah kepala madrasah mendengarkan apa saja yang
dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan
apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan
profesionalisme guru.
2. Mengklarifikasi (clarifying),
yang dimaksud klarifikasi adalah kepala madrasah memperjelas mengenai apa yang
dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point 1) diatas, kepala madrasah
mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam
mengklarifikasi ini kepala madrasah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru
dengan menanyakan kepadanya.
3. Mendorong (Encouraging), yang
dimaksud dengan mendorong adalah kepala madrasah mendorong kepada guru agar mau
mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas.
4. Mempresentasikan (presenting),
yang dimaksud dengan mempresentasikan adalah kepala madrasah mencoba
mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru.
5.
Memecahkan masalah (problem
solving), yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah kepala madrasah
bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru.
6.
Negosiasi (negotiating), yang
dimaksud dengan negosiasi adalah berunding. Dalam berunding, kepala madrasah
dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan
masing-masing atau bersama-sama.
7. Mendemonstrasikan (demonstrating),
yang dimaksud dengan mendemonstrasikan adalah kepala madrasah mendemonstrasikan
tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.
8. Mengarahkan (directing), yang
dimaksud dengan mengarahkan adalah kepala madrasah mengarahkan agar guru
melakukan hal-hal tertentu.
9. Menstandarkan (standardization),
yang dimaksud dengan menstandarkan adalah kepala madrasah mengadakan
penyesuaian-penyesuaian bersama dengan guru.[21]
10. Memberikan
penguat (reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah kepala
madrasah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pembinaan guru[22]
G. Ciri Guru Madrasah
Profesional
Untuk mendukung pencapaian kompetensi di tingkat
madrasah, diperlukan dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di
madrasah, baik pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh
masyarakat, siswa dan terutama guru. Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam
mencapai keberhasilan pembelajaran, sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi
agar tercipta suasana belajar yang efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru
yang profesional dan mempunyai komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di
madrasah. Dengan kata lain, dibutuhkan guru yang profesional, dengan ciri-ciri
sebagai berikut:[23]
1. Selalu membuat perencanaan konkrit
dan detail yang siap untuk dilaksanakan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Sebelum mengajar guru harus sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin baik
persiapan fisik, mental, maupun materi tentang mata pelajaran yang diampu.
2. Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang
menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi untuk
“melayani” dan berperan sebagai mitra siswa supaya peristiwa belajar bermakna
berlangsung pada semua individu. Dalam Islam siswa disebut dengan “thalib”
yang artinya orang yang aktif mencari ilmu pengetahuan. Untuk itu, guru
perlu mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif
mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Bersikap kritis dan berani
menolak kehendak yang kurang edukatif. Guru diharapkan mengembangkan dan
mengelaborasi sendiri materi pokok yang ditetapkan dalam kurikulum. Untuk itu,
sikap kritis harus dimiliki oleh guru yang tercermin antara lain dari praktek
pembelajaran yang mengaitkan dengan problem realitas yang ada di sekitarnya.
4. Berkehendak mengubah pola
tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar. Peran
siswa digeser dari peran sebagai “konsumen” gagasan, seperti menyalin,
mendengar, menghafal, ke peran sebagai “produsen” gagasan, seperti bertanya,
meneliti dan mengarang. Peran guru harus berada pada fungsi sebagai fasilitator
(pemberi kemudahan peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi sebagai penghambat
peristiwa belajar. Gaya mengajar lebih difokuskan pada model pemberdayaan dan
pengkondisian daripada model latihan (drill) dan pemaksaan
(indoktrinasi)
5. Berani meyakinkan kepala sekolah,
orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif serta cenderung sulit diterima oleh orang awam dengan
menggunakan argumentasi yang logis dan kritis.[24]
Kegiatan pembelajaran ini tidak hanya dipahami sebatas yang berlangsung dl
dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebagai contoh, kegiatan pembelajaran
untuk mata pelajaran Qur’an hadits tidak akan berjalan secara maksimal ketika
hanya berlangsung di ruang kelas, namun harus dikondisikan juga di luar kelas,
sebab Qur’an hadits bukan menekankan aspek kognitif yang cukup diberikan di
kelas, namun harus dipraktekkan. Karena itu, upaya menjalin sinergi perlu
diciptakan oleh guru sehingga ada keterpaduan antara yang disampaikan di kelas
dengan yang dipraktekkan siswa di luar kelas, terutama di keluarga dan
masyarakat.
6. Bersikap kreatif dalam membangun
dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar,
analisis materi pembelajaran, penyusunan alat penilaian yang beragam,
perancangan beragam organisasi kelas dan perancangan kebutuhan kegiatan
pembelajaran lainnya. Untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar, guru
perlu memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, baik sumber belajar
yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran maupun sumber belajar yang
sudah tersedia secara alami yang tinggal dimanfaatkan oleh guru.[25]
H.
Analisis
Kepala sekolah dalam meningkatkan
kompetensi profesional guru selalu berusaha
dan berupaya dalam menjalankan perannya
dengan baik melalui langkah penyediaan waktu dan pelayanan bagi guru secara
profesional.
Kepala sekolah yang memiliki
kepemimpinan partisipatif transformasional memiliki kecenderungan untuk
menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar
mengajar disekolahnya. Kepala madrasah harus mampu menjadi pemimpin dalam
pembelajaran dengan memfokuskan diri pada pembelajaran yang terdiri dari
beberapa komponen, diantaranya yaitu: kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian
hasil belajar, penilaian dan pengembangan guru, layanan prima dan pembelajaran
dan pembangunan komunitas belajar disekolah. Semua komponen kurikulum harus
dikuasai oleh kepala sekolah dengan sebaik-baiknya.
a.
Kepemimpinan Kepala Madrasah
Kepala sekolah
sebaiknya banyak menuntut diri untuk selalu belajar dan berlatih tentang
kepemimpinan pembelajaran tersebut. Tidak ada kata berhenti belajar dan
berlatih bagi kepala sekolah setelah adanya konsep kepemimpinan pembelajaran.
Terpenting bagi kepala sekolah selalu memiliki tujuan utama sebagai pelayan
kepada semua siswa agar mereka mampu mengembangkan potensi kualitas dasar dan
kualitas instrumentalnya untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
Potensi kualitas dasar yang terdiri dari daya pikir, daya hati, daya fisik.
Kualitas dasar dan kualitas instrumental menjadi pekerjaan rumah untuk
dikerjakan oleh kepala sekolah.
Daya pikir meliputi
cara berpikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, lateral,
dan berpikir sistem. Yang pada awalnya kita kurang memahami tentang cara
berpikir deduktif dan induktif, maka setelah
membaca artikel ini bisa mencari
pada buku dan internet.
b.
Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi profesional dalam pendidikan unsur utama adalah guru dan siswa, jika dalam proses
pembelajaran guru kurang menguasai, juga menjadi masalah. Agar tidak terjadi
masalah dalam pembelajaran dan untuk menyeimbangkan keadaan yang demikian, maka
seorang pemimpin harus jeli melihat, ditempatkan dimana mereka kalau ada
beberapa guru yang sama jurusan atau lulusannya, tingkat efektivitas pada
penugasan ini dapat tercapai dengan cara guru yang senior ditaruh di kelas
atas, sedangkan guru-guru yang pengalamannya masih sedikit ditaruh di kelas
bawah. Hal ini sangat berkaitan dengan meningkatkan motivasi guru untuk
mengembangkan metode pengajaran sesuai dengan kelas yang mereka hadapi.
Kemampuan
profesional guru menurut Bafadhal antara lain meliputi :
a. Kemampuan membuat rencana pengajaran.
b. Kemampuan mengajar, termasuk penilaian
pengajaran.
c. Kemampuan mengadakan hubungan antar
pribadi dengan murid.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Kepemimpinan adalah
sikap dan perilaku untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja
sama sehingga dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif untuk mencapai
angka produktivitas kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam Islam, kepemimpinan begitu
penting. Ciri-ciri kepemimpinan
yang efektif adalah memiliki intelegensi
tinggi, kematangan jiwa sosial, motivasi terhadap diri dan hasil, dan menjalin hubungan kerja manusia, Salah satu bentuk kepemimpinan dalam lembaga
pendidikan islam adalah kepala sekolah.
2. Kedudukan kepala
madrasah sangat unik karena ia memiliki beberapa posisi, yaitu sebagai pejabat
formal, sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik, dan sebagai staf,
merupakan kedudukan yang melekat pada diri kepala madrasah.
3. Kompetensi Profesional adalah
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya.
4. Diperlukan dukungan dari berbagai
pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di
madrasah, baik pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh
masyarakat, siswa dan terutama guru. Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam
mencapai keberhasilan pembelajaran, sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi
agar tercipta suasana belajar yang efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru
yang profesional dan mempunyai komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di
madrasah.
[1] Syaiful
Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2009, hal.5
[4] Tri Supriyatno, Marno, Manajemen dan Kepemimpinan Kependidikan
Islam, Bandung: Refika Aditma, 2008, hal. 30.
[5] M.
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi
Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 26.
[11]
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah
Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, hal. 24.
[16] Siwalimanews,
Kualitas Guru Madrasah harus
ditingkatkan, dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070, diakses pukul
12.15 WIB, tanggal 3 Oktober 2018
[18] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Membangun Sumberdaya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hal. 127.
[19] Sutarto,
Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi,
Yogyakart: Gadjah Mada University Press, 1991, hal.65.
[20] Willem Mantja, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi,
Malang: Universitas Negeri Malang, 2002, hal.87.
[23] Tim Dirjen Binbaga
Islam Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kegiatan
Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam
Depag RI, 2003, hal.14.
Komentar
Posting Komentar