KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
KEPEMIMPINAN
KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Islam Daroini
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Abstrak: Pendidikan sebagai sarana
yang sangat penting dalam pembentukan pribadi setiap manusia, selain itu sebagai sarana utama bagi
pembangunan kebudayaan dan peradaban umat. Berbagai inovasi program pendidikan
telah dilaksanakan, diantaranya penyusunan kebijakan pemerintah dan
implementasinya tentang pendidikan dan unsur-unsur yang terkait. Kepala madrasah sebagai pengelola institusi atau
pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena
ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga
kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di
lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar
kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan,
mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen,
mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan,
mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil
keputusan.[1]
Keyword: Kepemimpinan, Madrasah, Guru
Pendahuluan
Kepala madrasah sebagai pengelola institusi atau
pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena
ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga
kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di
lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar
kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan,
mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen,
mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan,
mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil
keputusan.[2]
Selain kepala madrasah, Guru memegang peranan sentral
dalam pendidikan. Tanpa peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan
secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Hal tersebut dapat kita lihat dari
fenomena pendidikan di Indonesia saat ini, pergantian kurikulum selalu
dilakukan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan, tetapi dalam
kenyataanya perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan administratif,
sehingga belum dapat membawa perubahan mendasar dalam peningkatan mutu
pendidikan. Dengan eksistensi guru sebagai salah satu faktor penentu
keberhasilan pendidikan, maka setiap ada inovasi pendidikan, khususnya dalam
peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu
bermuara pada guru.
Tujuan yang hampir tidak berbeda dikemukakan dalam
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa :
Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.[3]
Peran kepala madrasah yang efektif tentu akan
mempengaruhi kinerja guru, sehingga guru menjadi bersemangat dalam menjalankan
tugasnya dan mampu menunjukkan prestasi kerja. Hal ini disebabkan guru merasa
mendapat perhatian, rasa aman, dan pengakuan atas prestasi kinerjanya, yang
pada akhirnya membawa pekerjaannya dapat dilakukan secara baik dan hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan dan juga memuaskan (accountable and satisfied).[4]
Pengertian Kepemimpinan
Secara umum,
kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan manusia dalam kehidupan. Secara
etimologi, kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
dasar “pimpin” yang jika mendapat awalan “me” menjadi “memimpin” yang berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing.
Kepemimpinan
adalah sikap dan perilaku untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu
bekerja sama sehingga dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif untuk
mencapai angka produktivitas kerja sesuai dengan yang telah ditetapkan. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah sifat yang harus dimiliki
oleh perencana, pengorganisasi, pengarah, pemotivasi, dan pengendali untuk
mempengaruhi orang-orang dan mekanisme kerja guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[5]
Banyak pendapat yang mengemukakan
tentang pengertian kepemim-pinan, di antaranya adalah sebagaimana yang telah
didefinisikan oleh beberapa tokoh sebagai berikut :
a. M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa yang dimaksud
kepemimpinan adalah Sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana
dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada
kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.[6]
b. Menurut
George R. Terry (1977 – 414) kepemimpinan adalah “hubungan antara seorang
pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam
hubungan tugas untuk mencapai yang diinginkan pemimpin.” Sedangkan menurut
Wirawan, “kepemimpinan sebagai proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi
sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai norma dan sebagainya dari pengikut untuk
merealisasi visi.”[7]
c. Pengertian kepemimpinan seperti yang diungkapkan oleh
Soepardi yang dikutip oleh E. Mulyasa menyebutkan bahwa Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan,
menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang 3M. Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi Kependidikan (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 26. 4 Saiful Sagala, Administrasi Pendidikan
Kontemporer (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 144. 5 Ibid. 369 Edukasi, Volume
04, Nomor 02, November 2016: 366-385 dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta
membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam
rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien.[8]
d. Weber
berpendapat kepemimpinan adalah “suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok
sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan kelompok itu yang merupakan tujuan
bersama.”
Kepemimpinan Presepektif
Pendidikan Islam
Ada hubungan antara manajemen dengan kepemimpinan.
Sondang P. Siagian menegaskan bahwa inti manajemen ialah kepemimpinan. Dengan
pengertian lain, manajemen lebih luas daripada kepemimpinan, atau kepemimpinan
berada dalam lingkup manajemen.
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan
sebagai al-riayah, al-imarah, al-qiyadah, atau al-zaamah. Sementara itu, untuk
meyebut istialah kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih memilih istilah qiyadah
tarbawiyah.[9] Dalam
Islam, kepemimpinan begitu penting. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dari Abu Said
dari Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga orang
keluar berpergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin.”
(HR. Abu Dawud).[10]
Ali Muhammad
Taufiq menjelaskan macam-macam sifat kondusif yang harus dimiliki oleh pemimpin
berikut ini:
a.
Memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang cukup untuk mengendalikan perusahaan/ organisasinya.
b.
Memfungsikan keistimewaan yang lebih
dibanding orang lain (QS. Al-Baqorah: 247).
c.
Memahami kebiasaan dan bahasa orang
yang menjadi tanggung jawabnya (QS. Ibrahim: 4).
d.
Mempunyai karisma dan wibawa di hadapan manusia atau
orang lain (QS. Hud: 91).
e.
Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa
nafsu (QS. Shad: 26).
f.
Bermuamalah denga lembut dan kasih
sayang terhadap bawahannya, agar orang lain simpatik kepadanya (QS. Ali-Imaran:
159).
g.
Menyukai suasana saling memaafkan
antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segera terlepas
dari kesalahan (QS. Ali-Imran: 159).
h.
Bermusyawarah dengan para pengikut serta
mintalah pendapat dan pengalaman mereka (QS. Ali-Imran : 159).
i.
Menerbitkan semua urusan dan
membulatkan tekad untuk bertawakal kepada Allah (QS. Ali Imran: 159).
j.
kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah
(muraqabah) sehingga terbina sikap ikhlas dimana pun, kendati tidak ada yang
mengawasi kecuali Allah.
k.
santunan sosial (takaful ijtima’) kepada para
anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki
dan perbedaan strata sosial yang merusak (QS. Al-Hajj: 41).
l.
Power dan pengaruh yang dapat
memerintah serta mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol
pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka
untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. Al-Hajj: 41).
m. Tidak
membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan, dan
lingkungan (QS. Al-Baqarah: 205).
n.
Bersedia mendengar nasihat dan tidak sombong
karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh (QS.
Al-Baqarah: 206).
Sebagaimana firman Allah Swt:
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan... (QS. Al- Shaff: 2-3).
Inspirasi
yang dapat ditangkap dari ayat tersebut adalah:
a. Anjuran bagi
orang-orang yang beriman untuk menjaga konsisten antara keyakinan, lisan, dan
perbuatan.
b. Larangan
bersikap inkonsisten antara perkataan dan perbuatan.
c. Peringatan
supaya berhati-hati dalam meyerukan sesuatu.
d. Keharusan
untuk mengukur/ mengevaluasi diri sendiri.
Tipe-tipe Dalam Kepemimpinan
a. Tipe otoriter
Pada
kepemimpinan yang otoriter, semua kebijakan atau policy dasar ditetapkan
oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya.[12] Semua perintah,
pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya
organisasi hanya tergantung pada dirinya. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar
keras, tertib dan tidak boleh dibantah.
b. Tipe laissez faire
Pada
tipe laissez faire ini pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
setiap anggota staf di dalam tata procedur dan apa yang akan dikerjakan uuntuk
pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil
keputusan dengan siapa ia hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak
sepenuhnya dari anggota kelompok atau staf lembaga pendidikan itu.
c. Tipe demokrasi
Dalam tipe kepemimpinan
ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam
mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan selalu
menghargai pendapat anggota/ guru-guru yang ada dibawahannya dalam rangka
membina sekolah.
Dalam hasil researeh
itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas
pemimpin harus:
1. Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
2. Minciptakan iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin yang potensial.
d. Tipe Pseudo Demokratis
Tipe ini disebut juga
demokratis semua atau manipulasi diplomatik. Pemimpin bertipe ini hanya
tampaknya saja bersifat demokratis padahal sebenarnya dia bersifat otokratik.[13]
Kepemimpinan Kepala Madrasah
Kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi professional guru selalu berusaha
dan berupaya menjalankan perannya dengan baik melalui langkah penyediaan waktu
dan pelayanan bagi guru secara profesional. Kepala sekolah yang memiliki
kepemimpinan partisipatif transformasional memiliki kecenderungan untuk
menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar
mengajar di sekolahnya. [14]
Kepala madrasah harus mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran dengan
memfokuskan diri pada pembelajaran yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu
kurikulum, proses belajar mengajar, penilaian hasil belajar, penilaian dan
pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas
belajar di sekolah. Semua komponen kurikulum harus dikuasai oleh kepala sekolah dengan
sebaik-baiknya. Jangan sekali-kali tingkat kemampuan mengenai komponen
kurikulum kepala sekolah lebih rendah dari guru. Sudah menjadi keharusan bagi
kepala sekolah untuk memulai banyak belajar di berbagai sumber, selain belajar
dengan membaca buku, kita tingkatkan belajar di warnet atau internet milik
sendiri.
Adapun ciri-ciri kepemimpinan yang efektif adalah sebagai berikut :
a. Memiliki Intelegensi tinggi (intelligence), Seharusnya seorang pemimpin
harus mempunyai tingkat intelegensi yang lebih tinggi dari bawahannya.
b. Kematangan jiwa sosial (Sosial maturity and breadth), Pemimpin biasanya
memiliki perasaan/ jiwa yang cukup matang dan mempunyai kepentingan serta
perhatian yang cukup besar terhadap bawahannya.
c. Motivasi terhadap diri dan hasil (inner motivation and achievement drives),
Para pemimpinan senantiasa ingin membereskan segala sesuatu yang menjadi tugas
dan tanggung jawab.
d. Menjalin hubungan kerja manusia (Human relation attides), Pemimpin harus
dapat bekerja secara efektif dengan orang lain atau dengan bawahannya.[15]
Memahami Kompetensi Profesionalisme
Guru
Kompetensi
berasal dari bahasa Inggris competence
yang berarti kemampuan, keahlian, kewenangan, dan kekuasaan. Dalam UU No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 butir 10 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya.[16]
Kompetensi
guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif
dalam mnenyiapkan metode dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya,
memilih dan menetukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator
pembahasan.
Kata
Profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata
benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian, seperti guru, dokter, hakim
dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya
dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain.
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.[17] Sub kompetensi
dalam kompetensi Profesional adalah :
1. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang
meliputi memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami
struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi
ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menguasai struktur dan metode
keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis
untuk memperdalam pengetahuandan materi bidang studi.[18]
Guru
merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian
untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru
diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru pofesional yang harus
menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai
pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan
tertentu atau pendidikan prajabatan.
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.
Yang
dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya mem-peroleh pendidikan
formal, tetapi juga harus menguasasi berbagai strategi atau teknik di dalam
kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan.
Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki
seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam. Guru yang
profesional itu memiliki empat kompetensi atau standar kemampuan yang
meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik, Profesional, dan Sosial.
Dengan
sertifikasi dan predikat guru profesional yang disandangnya, maka guru harus
introspeksi diri apakah sudah mengajar sesuai dengan cara-cara seorang guru
profesional. Sebab disadari atau tidak banyak diantara kita para pendidik
belum bisa menjadi guru yang profesional sebagai mana yang diharapkan dengan
adanya sertifikasi guru sampai saat ini.[19]
Pengembangan Profesionalisme Guru
Tanggungjawab
pembinaan guru berada di tangan kepala sekolah (madrasah) dan penilik sekolah.[20]
Mengingat yang hampir bertemu setiap hari dengan guru di madrasah adalah kepala
madrasah, dan bukan pembina yang lainnya, maka kepala madrasahlah yang paling
banyak bertanggungjawab dalam pembinaan profesionalisme guru.
Pembinaan profesionalisme guru dimaksudkan sebagai serangkaian usah
pemberian bantuan kepada guru terutama bantuan berwujud bimbingan profesional
yang dilakukan oleh kepala madrasah, pengawas dan mungkin oleh pembina sesama
guru lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar. Bimbingan
profesional yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan
profesionalisme guru terutama dalam proses belajar mengajar. Disamping itu
pembinaan guru juga dimaksudkan sebagai usaha terlaksananya sistem kenaikan
pangkat dalam jabatan profesional guru.
Ada beberapa
strategi yang diikuti oleh pembina (kepala madrasah) dalam melakukan pembinaan
profesionalisme guru, yaitu:[21]
1.
Mendengar (listening), yang dimaksud
dengan mendengar adalah kepala madrasah mendengarkan apa saja yang dikemukakan
oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja
yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan
profesionalisme guru.
2.
Mengklarifikasi (clarifying),
yang dimaksud klarifikasi adalah kepala madrasah memperjelas mengenai apa yang
dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point 1) diatas, kepala madrasah
mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam mengklarifikasi
ini kepala madrasah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru dengan menanyakan
kepadanya.
3.
Mendorong (Encouraging), yang
dimaksud dengan mendorong adalah kepala madrasah mendorong kepada guru agar mau
mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas.
4.
Mempresentasikan (presenting),
yang dimaksud dengan mempresentasikan adalah kepala madrasah mencoba
mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru.
5.
Memecahkan masalah (problem
solving), yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah kepala madrasah
bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru.
6.
Negosiasi (negotiating), yang dimaksud dengan
negosiasi adalah berunding. Dalam berunding, kepala madrasah dan guru membangun
kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau
bersama-sama.
7.
Mendemonstrasikan (demonstrating), yang
dimaksud dengan mendemonstrasikan adalah kepala madrasah mendemonstrasikan
tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.
8.
Mengarahkan (directing), yang dimaksud dengan
mengarahkan adalah kepala madrasah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal
tertentu.
9.
Menstandarkan (standardization), yang dimaksud
dengan menstandarkan adalah kepala madrasah mengadakan penyesuaian-penyesuaian
bersama dengan guru.[22]
10. Memberikan
penguat (reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah kepala
madrasah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pembinaan guru[23]
Ciri Guru
Madrasah Profesional
Untuk
mendukung pencapaian kompetensi di tingkat madrasah, diperlukan dukungan dari
berbagai pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di madrasah, baik
pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh masyarakat, siswa dan terutama guru.
Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan pembelajaran,
sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi agar tercipta suasana belajar yang
efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru yang profesional dan mempunyai
komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di madrasah. Dengan kata lain,
dibutuhkan guru yang profesional, dengan ciri-ciri sebagai berikut:[24]
1. Selalu
membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Sebelum mengajar guru harus sudah mempersiapkan diri
sebaik mungkin baik persiapan fisik, mental, maupun materi tentang mata
pelajaran yang diampu.
2. Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola
pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru
berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra siswa supaya peristiwa
belajar bermakna berlangsung pada semua individu. Dalam Islam siswa disebut
dengan “thalib” yang artinya orang yang aktif mencari ilmu
pengetahuan. Untuk itu, guru perlu mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa aktif mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif. Guru
diharapkan mengembangkan dan mengelaborasi sendiri materi pokok yang ditetapkan
dalam kurikulum. Untuk itu, sikap kritis harus dimiliki oleh guru yang
tercermin antara lain dari praktek pembelajaran yang mengaitkan dengan problem
realitas yang ada di sekitarnya.
4. Berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru
dan gaya mengajar. Peran siswa digeser dari peran sebagai “konsumen” gagasan,
seperti menyalin, mendengar, menghafal, ke peran sebagai “produsen” gagasan,
seperti bertanya, meneliti dan mengarang. Peran guru harus berada pada fungsi
sebagai fasilitator (pemberi kemudahan peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi
sebagai penghambat peristiwa belajar. Gaya mengajar lebih difokuskan pada model
pemberdayaan dan pengkondisian daripada model latihan (drill) dan
pemaksaan (indoktrinasi).
5. Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat
berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi
pendidikan yang edukatif serta cenderung sulit diterima oleh
orang awam dengan menggunakan argumentasi yang logis dan kritis.[25]
Kegiatan pembelajaran ini tidak hanya dipahami sebatas yang berlangsung dl
dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebagai contoh, kegiatan pembelajaran
untuk mata pelajaran Qur’an hadits tidak akan berjalan secara maksimal ketika
hanya berlangsung di ruang kelas, namun harus dikondisikan juga di luar kelas,
sebab Qur’an hadits bukan menekankan aspek kognitif yang cukup diberikan di
kelas, namun harus dipraktekkan. Karena itu, upaya menjalin sinergi perlu
diciptakan oleh guru sehingga ada keterpaduan antara yang disampaikan di kelas
dengan yang dipraktekkan siswa di luar kelas, terutama di keluarga dan
masyarakat.
6. Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti
pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, penyusunan alat
penilaian yang beragam, perancangan beragam organisasi kelas dan perancangan
kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya. Untuk mengoptimalkan kegiatan belajar
mengajar, guru perlu memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar sekolah,
baik sumber belajar yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran maupun
sumber belajar yang sudah tersedia secara alami yang tinggal dimanfaatkan oleh
guru.[26]
Analisis
Kepala
sekolah dalam meningkatkan kompetensi profesional guru selalu berusaha
dan berupaya dalam
menjalankan perannya dengan baik melalui langkah penyediaan waktu dan pelayanan
bagi guru secara profesional.
Kepala
sekolah yang memiliki kepemimpinan partisipatif transformasional memiliki
kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru
dalam proses belajar mengajar disekolahnya. Kepala madrasah harus mampu menjadi
pemimpin dalam pembelajaran dengan memfokuskan diri pada pembelajaran yang
terdiri dari beberapa komponen, diantaranya yaitu: kurikulum, proses belajar
mengajar, penilaian hasil belajar, penilaian dan pengembangan guru, layanan
prima dan pembelajaran dan pembangunan komunitas belajar disekolah. Semua
komponen kurikulum harus dikuasai oleh kepala sekolah dengan sebaik-baiknya.
a.
Kepemimpinan
Kepala Madrasah
Kepala sekolah sebaiknya banyak menuntut
diri untuk selalu belajar dan berlatih tentang kepemimpinan pembelajaran
tersebut. Tidak ada kata berhenti belajar dan berlatih bagi kepala sekolah
setelah adanya konsep kepemimpinan pembelajaran. Terpenting bagi kepala sekolah
selalu memiliki tujuan utama sebagai pelayan kepada semua siswa agar mereka
mampu mengembangkan potensi kualitas dasar dan kualitas instrumentalnya untuk
menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Potensi kualitas dasar yang terdiri
dari daya pikir, daya hati, daya fisik. Kualitas dasar dan kualitas
instrumental menjadi pekerjaan rumah untuk dikerjakan oleh kepala sekolah.
Daya pikir meliputi cara berpikir
deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, lateral, dan berpikir
sistem. Yang pada awalnya kita kurang memahami tentang cara berpikir deduktif
dan induktif, maka setelah membaca artikel
ini bisa mencari
pada buku dan internet.
b.
Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi profesional
dalam pendidikan unsur utama adalah guru
dan siswa, jika dalam proses pembelajaran guru kurang menguasai, juga menjadi
masalah. Agar tidak terjadi masalah dalam pembelajaran dan untuk menyeimbangkan
keadaan yang demikian, maka seorang pemimpin harus jeli melihat, ditempatkan
dimana mereka kalau ada beberapa guru yang sama jurusan atau lulusannya,
tingkat efektivitas pada penugasan ini dapat tercapai dengan cara guru yang
senior ditaruh di kelas atas, sedangkan guru-guru yang pengalamannya masih
sedikit ditaruh di kelas bawah. Hal ini sangat berkaitan dengan meningkatkan
motivasi guru untuk mengembangkan metode pengajaran sesuai dengan kelas yang
mereka hadapi.
Kemampuan
profesional guru menurut Bafadhal antara lain meliputi :
a. Kemampuan membuat rencana pengajaran.
b. Kemampuan mengajar, termasuk penilaian
pengajaran.
c. Kemampuan mengadakan hubungan antar
pribadi dengan murid.
Simpulan
1. Kepemimpinan adalah sikap dan perilaku untuk
mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja sama sehingga dapat bekerja
secara lebih efisien dan efektif untuk mencapai angka produktivitas kerja
sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam Islam, kepemimpinan begitu
penting. Ciri-ciri kepemimpinan yang efektif adalah memiliki intelegensi tinggi, kematangan jiwa
sosial, motivasi terhadap diri dan hasil,
dan menjalin hubungan kerja manusia,
Salah satu bentuk kepemimpinan dalam lembaga pendidikan islam adalah
kepala sekolah.
2. Kedudukan kepala madrasah sangat unik karena ia memiliki
beberapa posisi, yaitu sebagai pejabat formal, sebagai manajer, sebagai
pemimpin, sebagai pendidik, dan sebagai staf, merupakan kedudukan yang melekat
pada diri kepala madrasah.
3. Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
4. Diperlukan
dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di madrasah, baik
pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh masyarakat, siswa dan terutama guru.
Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan pembelajaran,
sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi agar tercipta suasana belajar yang
efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru yang profesional dan mempunyai
komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di madrasah.
Rujukan
Sagala,
Syaiful Kemampuan Profesional Guru dan
Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2009
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Supriyatno,
Tri dan Marno, Manajemen dan Kepemimpinan Kependidikan Islam, Bandung: Refika
Aditma, 2008
Purwanto,
M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi
Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
Mulyasa,
E. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004
Qomar,
Mujamil Manajemen Pendidikan Islam,
Malang: Erlangga, 2007
Mulyasa,
Menjadi Kepala Sekolah Profesional,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004
Fatimah,
Siti Manajemen pendidikan Islam, Bandung: Al-fabeta, 2015
Wahjosumidjo, Kepemimpinan
dan Motivasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987
Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi
Pendidikan dalam Rangka Membangun Sumberdaya Manusia, Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Sutarto, Dasar-dasar
Kepemimpinan Administrasi, Yogyakart: Gadjah Mada University Press, 1991
Mantja, Willem Manajemen
Pendidikan dalam Era Reformasi, Malang: Universitas Negeri Malang, 2002
Tim Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Kurikulum
Berbasis Kompetensi: Kegiatan Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah,
Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2003
Siwalimanews,
Kualitas Guru Madrasah harus
ditingkatkan, dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070,
diakses Pukul 12.15 WIB, Tanggal 3
Oktober 2018
[1] Syaiful
Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2009, hal.5
[2] Syaiful
Sagala, Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2009, hal.5
[5] Tri Supriyatno, Marno, Manajemen dan Kepemimpinan Kependidikan
Islam, Bandung: Refika Aditma, 2008, hal. 30.
[6] M.
Ngalim Purwanto, Administrasi dan
Supervisi Kependidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 26.
[17] Siwalimanews,
Kualitas Guru Madrasah harus ditingkatkan,
dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070, diakses pukul
12.15 WIB, tanggal 3 Oktober 2018
[19] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Membangun Sumberdaya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hal. 127.
[20] Sutarto,
Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi,
Yogyakart: Gadjah Mada University Press, 1991, hal.65.
[21] Willem Mantja, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi,
Malang: Universitas Negeri Malang, 2002, hal.87.
[24] Tim Dirjen Binbaga
Islam Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kegiatan
Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam
Depag RI, 2003, hal.14.
Komentar
Posting Komentar